Staf Khusus Kemkoinfo, Lis Sutjiati sebut bisnis bermula dari sebuah permasalahan. Hal itu disampaikannya melalui Ignition 2 di Malang.
Merdeka.com, Malang - Berhasil menyedot perhatian masyarakat kreatif melalui Gerakan Nasional 1000 Startup, Malang kembali menggelar Ignition jilid dua di gedung Pascasarjana Universitas Islam Negeri Malang, Sabtu (11/2). Ignition sendiri merupakan tahap pertama dari rangkaian kegiatan Gerakan Nasional 1000 Startup Digital yang diprakarsai oleh Kibar, dan didukung penuh oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkoinfo).
Berhasil menyaring 150 peserta dari 350 pendaftar, Ignition jilid dua ini menghadirkan sebelas pembicara, dengan fokus pada empat sesi acara utama. Dua presentasi bertema Don’t Start a Business Solve a Problem akan dibawakan oleh Peter Shearer, Managing Director AR&Co, serta Building the Startup Mindset yang akan disampaikan CEO Inagata, M. Miftahul Huda.
Kemudian ada dua diskusi panel dengan tema berbeda. Pertama, Flourishing the Next Generation of Global Startup Founder, di mana Leonika Sari, CEO Reblood dan Surya Salin, CEO Delman yang akan mengisi panel ini dan dimoderatori oleh Yogu Artono, Founder Startup SpeakUp. Kedua, Coworking Space and the Future of Working yang akan diisi oleh Danton Prabawanto, CEO Beon Intermedia, Brillyanes Sanawiri, Founder Ruang Perintis, serta Gatot Hendraputra, Band Leader, Impala Space dengan moderator evangelist Bagus Berlian dari TEDxTuguPahlawan.
Selain kegiatan tersebut, materi yang disampaikan oleh Lis Sutjiati terdengar cukup menggelitik rasa penasaran. Singkatnya, Staf Khusus Kemkoinfo tersebut menyampaikan bahwa untuk memulai sebuah bisnis membutuhkan sebuah permasalahan untuk diselesaikan.
"You need a problem to solve (Anda butuh sebuah permasalahan untuk diselesaikan). Cuman kita kadang-kadang gak ngerti memvalidasi problem. Problemnya itu harus kita lihat seberapa besar dampaknya, dan berapa banyak yang 'menderita' dari problem itu," terang Lis.
Lis menegaskan, ide saja tak cukup untuk memulai sebuah bisnis. Menurutnya, ide tersebut harus mempunyai market yang luas. Bisnis akan bisa berjalan jika mampu menyelesaikan permasalahan.
"Kalo tidak menyelesaikan problem, tidak akan menjadi bisnis. Untuk jadi bisnis yang besar harus bisa menyelesaikan problem yang besar," ungkapnya.
Kegagalan, kata Lis, merupakan hal yang wajar saat memutuskan untuk memulai bisnis. Baginya, kegagalan bukanlah sebuah aib yang harus ditutupi, namun justru harus dibagi.
"Karena kita masih belum tahu gimana cara menjadi seorang enterpreneur, kita harus lihat jatuh bangunnya. Di dunia enterpreneur itu, gagal itu bukan untuk ditutupin, justru you share (harus dibagi), karena kegagalan itu untuk belajar bahwa itu jangan di ulangin lagi," tandasnya.