Japung Nusantara hadir untuk merevitalisasi budaya kampung dan menjadikannya bertahan sebagai warisan bagi anak cucu.
Merdeka.com, Malang - Pada beberapa tahun belakangan, walau arus informasi dan teknologi semakin maju serta gempuran budaya luar yang masuk lewat segala penjuru, namun seni dan budaya lokal masih dapat menyelusup di sela-sela itu dan muncul di tengah-tengah masyarakat Malang. Hal tersebut tidak lepas dari peranan para pelaku budaya yang semakin semangat menggarap kembali budaya lokal serta pemanfaatan teknologi dan media sosial yang cukup gencar.
Berbagai budaya dan festival kampung yang ditampilkan juga turut mendorong kembalinya seni dan budaya lokal mendapat tempat di hati masyarakat Malang. Mulai dari festival Kampung Cempluk, festival Kampung Celaket, serta Ngadipoero Jaman Bijen yang muncul belakangan ini menunjukkan geliat yang cukup terlihat dari seni dan budaya lokal. Salah satu aktor dari kebangkitan tersebut adalah melalui sebuah wadah bernama Jaringan Festival Kampung Nusantara atau yang biasa disebut sebagai Japung Nusantara.
Jaringan Festival Kampung Nusantara sendiri merupakan sebuah pusat informasi dan sarana untuk berbagai ide bagi kampung-kampung yang ingin mengembalikan spirit kebudayaan lokal yang mereka miliki. Menurut Redy Eko Prasetyo, inisiator dari jaringan ini, kegiatan akhir dari jaringan ini adalah untuk membuat sebuah kegiatan seni dan budaya yang tidak hanya berhenti hingga sebatas festival saja namun dapat berkesinambungan hingga anak cucu.
Salah satu langkah awal untuk mengembalikan gairah budaya lokal ini adalah dengan mengadakan sebuah festival budaya kampung yang dapt menjadi momentum sebagai 'hari raya kebudayaan'. Momen itu akan dibuat serupa kondisi mudik dan mengumpulkan kembali seluruh masyarakat yang ada dan pernah tinggal di kampung tersebut. Kegiatan tersebut akan menjadi daya tarik bagi orang luar untuk dapat dan turut menampilkan seni serta memancing generasi muda di kampung tersebut untuk lebih bangga akan kampung dan budaya yang mereka miliki.
Bentuk kegiatan dan festival yang diadakan itu nanti akan disesuaikan di masing-masing kampung. Untuk lebih mendekatkan ke generasi muda dan mengenalkan kampung secara lebih luas, Japung juga mendorong masing-masing kampung untuk memiliki website sendiri.
"Sekarang di saat teknologi sudah seperti ini, penting untuk tiap kampung punya website sendiri agar lebih mudah dikenalkan pada orang lain dan udah dicari. Website ini juga akan jadi semacam folder arsip mengenai kegiatan kampung tersebut," tutur Redy.
Menurut Redy upaya mengemas ulang kampung agar tampak lebih modern dan sadar teknologi ini sangat penting untuk menarik generasi muda. Saat ini, kampung sering digambarkan sebagai masyarakat kelas dua yang kurang modern. Padahal sesungguhnya masyarakat kampung adalah inspirasi bagi masyarakat modern serta benteng terakhir bagi pertahanan budaya lokal. Cara-vara baru yang ditawarkan oleh japung ini diharap dapat merevitalisasi budaya kampung dan menimbulkan ciri yang lebih modern sambil tetap mempertahankan nilai-nilai lokal.
"Dengan imej kampung yang lebih meningkat, maka akan timbul rasa percaya diri dan keren pada masyarakatnya," tuturnya.
Sebagai contoh, Redy menjelaskan mengenai kampung Cempluk yang terletak di kabupaten Malang. Kampung tersebut merupakan salah satu kampung budaya yang cukup sukses dan mampu membuat generasi mudanya menjadi lebih peduli terhadap budaya lokal. Cara ini juga membuat Karang Taruna yang biasanya di kampung kurang berfungsi dapat lebih dimanfaatkan dalam melakukan berbagai agenda kebudayaan dan bangga tinggal di tempat tersebut.
Secara usia, Japung Nusantara memang masih belum terlalu tua dan baru berdiri sejak Desember 2015. Namun karena pergerakannya yang cukup progresif, saat ini telah ada 15 kampung di Indonesia yang tergabung dan mulai aktif kembali menunjukkan kebudayaan mereka. Di Malang sendiri terdapat enam kampung yang tergabung sedangkan sisanya berasal dari berbagai daerah di Jawa serta Kalimantan.
Japung Nusantara sendiri juga bukan sebuah wadah yang sembarangan. Selain 15 kampung tersebut, ada juga berbagai seniman, akademisi, dan aktivis yang tergabung dalam melestarikan budaya lokal tersebut. Tercatat ada beberapa seniman cukup terkenal seperti Trie Utami, Leo Kristi serta Didik Nini Thowok yang membantuk jaringan ini.
Di masa mendatang, Japung Nusantara masih akan terus memperluas kembali jaringannya sambil tetap menjaga agar kebudayaan-kebudayaan di kampung yang sudah tergabung agar dapat terjaga dan diwariskan hingga anak cucu. Untuk informasi lebih lengkap, dapat mengunjungi website-nya di japungnusantara.org.