Menjadi legenda di Arema kemudian kembali sebagai pelatih, Aji Santoso membawa sejumlah beban untuk bisa sebesar Zidane dan Pep Guardiola.
Merdeka.com, Malang - Menjadi seorang legenda kemudian kembali ke klub yang sama sebagai seorang pelatih mungkin merupakan hal yang cukup umum di dunia sepakbola. Di luar negeri kita tentu tahu ada Zinedine Zidane yang kini menjadi pelatih Real Madrid serta Luis Enrique di Barcelona FC yang menjadi pemain legenda dan kemudian kembali sebagai pelatih. Di Indonesia sendiri, ada nama Aji Santoso yang besar dan menjadi legenda di Arema hingga kemudian kini kembali lagi sebagai pelatih.
Sebagai seorang insan sepakbola asli Malang, harapan yang diberikan pada pundak Aji Santoso tentu sangat berat terutama untuk menjadi nakhoda dari tim sebesar Arema. Hal ini ditambah dengan statusnya sebagai pemain legendaris dan salah satu bek kiri terbaik di Indonesia yang banyak diidolakan oleh banyak pemain bahkan hingga saat ini.
Aji Santoso merupakan salah satu pemain generasi awal Arema karena sudah bergabung sejak tahun 1988, setahun setelah Arema berdiri. Awalnya dia membela klub lokal PS Gajayana, namun karena kemampuan yang ditunjukkannya ketika klub tersebut latih tanding dengan Arema, maka pelatih Arema saat itu, Sinyo Aliandoe kepincut dan menariknya untuk bergabung.
Bahkan pada saat itu, dua pendiri Arema sendiri yaitu Lucky Zaenal dan Ovan Tobing, turun tangan langsung untuk mengajaknya bergabung dengan Arema. Kesempatan itu tentu saja tidak disia-siakan oleh Aji yang pada waktu itu masih berusia 17 tahun.
Tipikal permainan Aji yang cepat namun tetap menunjukkan teknik yang tinggi merupakan salah satu hal yang membuatnya diincar oleh Arema. Padahal pada masa itu, sebagian pemain terutama asal Malang lebih menonjolkan karakter permainan yang keras dan tidak terlalu mengedepankan teknik.
Cara bermainnya yang berbeda ini ternyata cepat mengantarkannya menjadi salah satu pemain Tim Nasional Indonesia. Tak butuh waktu lama bagi Aji untuk mendapat panggilan dari Timnas untuk pertandingan tournament King”s Cup di Thailand pada tahun 1989 dan Piala Kemerdekaan pada tahun 1990.
Permainan Aji yang luar biasa pula yang membuatnya disebut sebagai salah satu bek sayap kiri Indonesia terbaik sepanjang masa. Selain itu, Aji juga merupakan bagian dari skuad Arema yang mampu membawa klub tersebut juara Galatama pada musim 1992-1993. Bahkan sebelumnya Aji juga berhasil menggondol medali emas di SEA Games 1991 Manila.
Karir yang melesat cepat dan tujuh tahun membela klub yang sama ternyata akhirnya membuat Aji berpikir untuk mencari suasana baru. Tak tanggung-tanggung, pada musim 1995 Aji malah menyebrang ke rival abadi Arema yaitu Persebaya. Keputusan kontroversial ini membuatnya menjadi salah satu musuh besar Aremania yang marah atas pilihannya tersebut.
Setelah dari persebaya, Aji sempat berseragam PSM sebelum akhirnya kembali ke Arema pada tahun 2002. Namun sayang pada saat itu kondisi Arema sedang tidak baik dan akhirnya sempat degradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Di sisi lain, Aji juga sudah tidak berada dalam kondisi fisik terbaik pada saat itu.
Pada tahun 2004 di usia yang sudah 34 tahun, Aji Santoso mengumumkan bahwa dia akan pensiun dari Arema. Selepas pensiun, Aji tidak benar-benar langsung lepas dari Arema. Setelah mengikuti kursus kepelatihan, Aji sempat selama beberapa waktu menjadi pelatih dari Akademi Arema.
Sejak itu lah Aji Santoso mulai malang melintang sebagai pelatih di sepakbola nasional dan sempat menangani beragam tim. Bahkan sebagai Arek Malang, Aji juga mendirikan sebuah akademi sepakbola bertaraf internasional di kota ini dan diberi nama sebagai Aji Santoso International Football Academy (ASIFA).
Menjelang musim kompetisi 2017 ini, setelah sempat melanglang buana ke berbagai klub, Aji Santoso kembali ke Arema namun dengan predikat lain. Kini Aji merupakan kepala pelatih dari Arema FC dan diharapkan mambu membawa klub ini kembali ke masa kejayaannya seperti yang dulu pernah dia lakukan.