Ini alasan kenapa pecinan ada di hampir setiap kota yang ada di Jawa termasuk Malang.
Merdeka.com, Malang - Pecinan merupakan salah satu bagian kota yang cukup khas tidak saja di Indonesia tetapi juga pada banyak kota lain di dunia. Bagian kota ini biasanya merupakan tempat tinggal dan berdagang bagi banyak warga komunitas China yang ada di sekitarnya. Walaupun tersebar secara luas di seluruh Indonesia, namun pecinan di Jawa cenderung lebih besar dan merata hingga ke kota-kota kecil dengan usia yang cukup muda.
Dilansir dari Tionghoa.org, nama pecinan sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Jawa yang berarti suatu wilayah (tempat tinggal) yang mayoritas penghuninya adalah warga Tionghoa / warga keturunan China. Istilah ini umum digunakan pada banyak tempat di Indonesia dan Jawa untuk menyebut sebuah wilayah yang ditinggali oleh masyarakat China dan biasanya berupa pusat perdagangan. Kata pecinan sendiri sepadan dengan sebutan Chinatown dalam bahasa Inggris.
Secara sejarah, seperti dibahas oleh Hadinoto dalam Lingkungan "Pecinan" dalam Tata Ruang Kota di Jawa pada Masa Kolonial, diketahui bahwa imigrasi orang China ke Jawa mulai terjadi secara besar-besaran. Pada awalnya, komunitas tersebut tersebar di beberapa kota bagian utara Jawa karena mencari pelabuhan-pelabuhan yang ada. Biasanya sambil menunggu musim yang tepat untuk kembali, mereka akan tinggal di bagian kota yang disinggahinya.
Beberapa pelabuhan yang ditempati pendatang dari China ini kemudian berkembang menjadi kota pelabuhan yang cukup maju. Di pulau Jawa, kota-kota yang berkembang dengan kedatangan tersebut antara lain Tuban, Gresik, Surabaya, Semarang, Jepara, Cirebon, dan Sunda Kelapa atau Jakarta. Tingginya jumlah orang China yang masuk ini juga terkait dengan usaha dari dinasti Ming untuk menjadikan Jawa menjadi wilayah bawahannya.
Salah satu hal yang memantapkan posisi masyarakat China di wilayah Jawa adalah ekspedisi laksamana Cheng Ho pada beberapa kota di pantai utara Jawa. Selanjutnya pada wilayah-wilayah tersebut lah masyarakat China mulai menetap dan terus berkembang. Namun pada waktu itu belum muncul adanya tempat khusus berupa pecinan bagi masyarakat China.
Masyarakat China berkembang dengan sangat pesat di Jawa. Pada tahun 1800-an, jumlah penduduk China yang sekitar 100 ribu berlipat menjadi 500 ribu pada saat menjelang akhir abad ke 19. Sebagian masyarakat tersebut tinggal di sebuah daerah khusus yang disebut dengan pecinan. Salah satu penyebab terpusatnya masyarakat China di pecinan adalah aturan pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1816 yang Passenstelsel.
Pada peraturan tersebut, penduduk di wilayah Jawa harus meminta surat jalan jika ingin bepergian dan keluar dari wilayahnya. Kondisi tersebut membuat masyarakat China semakin terbatas ruang geraknya dan kegiatan mereka terpusat di wilayah sekitar pecinan saja.
Peraturan lain yang muncul pada tahun 1836 bernama wijkenstelsel memaksa masyarakat dari suatu etnik tertentu untuk tinggal pada suatu wilayah yang telah ditentukan di dalam kota. Kondisi ini lah yang memantapkan masyarakat China untuk tinggal bersama dalam suatu daerah dan komunitas yang kini dikenal sebagai pecinan.
Berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Belanda itu paling berdampak di pulau Jawa karena merupakan wilayah yang dikuasai secara menyeluruh. Dari undang-undang itu lah maka terbentuk banyak pecinan pada kota-kota Jawa yang muncul sejak zaman kolonial.
Di Malang sendiri wilayah pecinan diketahui sudah berkembang sejak tahun 1825. Penandanya adalah sudah adanya klenteng Eng An Kiong yang menandai telah berdirinya sebuah komunitas masyarakat tionghoa di tempat tersebut. Pada saat itu, pecinan berpusat di wilayah yang kini dikenal sebagai Boldi serta wilayah Kebalen.
Namun pada sekitar tahun 1900-an bersamaan dengan berkembangnya kota Malang, pecinan mulai bergeser ke wilayah sebelah baratnya di daerah pasar besar. Berkembangnya pecinan di wilayah tersebut mengakibatkan munculnya pasar yang cukup ramai dan akhirnya diambil alih oleh pemerintah dan dijadikan pasar besar Malang.