Petek'an, sebuah tradisi yang dijaga untuk melestarikan kesakralan seks pada masyarakat suku Tengger di desa Ngadas, kabupaten Malang.
Merdeka.com, Malang - Ngadas, adalah salah satu desa yang dihuni suku Tengger di kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru. Desa Ngadas terletak di kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang. Masyarakat desa Ngadas melestarikan berbagai tradisi yang memikat, salah satunya adalah Petek'an. Sebuah tradisi yang mengontrol keberadaan seks bebas dalam masyarakatnya.
Leluhur orang Tengger diyakini adalah para pengungsi Kerajaan Majapahit. Legenda menyebutkan, pada masa awal abad ke-16 masehi, kerajaan Hindhu-Budha Majapahit jatuh ke tentara Kerajaan Islam. Saat itu, banyak di antara penduduknya yang mengungsi ke Pegunungan Tengger. Sebuah daerah luas di Timur ibu kota Majapahit.
Suku Tengger diyakini sebagai masyarakat Jawa yang memelihara tradisi keagamaan yang diturunkan pada masa Majapahit. Budaya orang Tengger bertahan lantaran telah menyatu dengan kehidupan penduduknya.
Suku Tengger menjalankan tradisi ibadah dan adat istiadat dengan menghayati sesanti Titi Luri. Yakni, mengikuti jejak leluhur dengan berpedoman pada kepercayaan dan budaya nenek moyang. Dalam menjalankannya, suku Tengger dipimpin oleh seorang pendeta, yang dalam kesehariannya dikenal orang Tengger dengan sebutan dukun adat.
Menengok pada tradisi ibadah dan adat istiadat suku Tengger. Terdapat berbagai jenis upacara dan tradisi adat yang dijalankan. Sebut saja, Upacara karo, Upacara Kasada, Entas-Entas, Unan-Unan, Upacara Kapat, Petek'an, Upacara Kawatu, dan lainnya.
Petek'an adalah salah satu tradisi yang sekilas tampak nyeleneh di antara tradisi yang dijalankan suku Tengger di desa Ngadas. Belum lama ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pun mulai menunjukkan ketertarikannya pada tradisi Petek'an tersebut.
Istilah Petek'an, menunjukkan cara yang digunakan untuk tradisi ini, yakni dengan melakukan perabaan pada perut. Kata 'petek' sendiri merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang berarti ditekan. Dalam dunia medis, Petek'an dikenal dengan istilah teknik palpasi. Teknik ini digunakan bidan untuk mendeteksi keberadaan janin dalam perut.
Petek'an merupakan sebuah pemeriksaan keperawanan dan kehamilan yang diberlakukan khusus kepada para gadis dan janda di desa Ngadas, khususnya bagi yang berada pada usia subur. Pemeriksaan dilakukan oleh tim yang terdiri dari dukun bayi, ketua pemuda, ketua linmas, kepetengan (jogo boyo), dan legen (pembantu dukun adat). Petek'an dilakukan sekali dalam tiga bulan.
Tradisi yang sudah dijalankan sejak 1955 tersebut, merupakan bentuk kontrol sosial untuk mencegah seks bebas di kalangan masyarakat desa Ngadas. Bagi para perempuan Tengger yang kedapatan hamil di luar nikah, akan dikenakan hukum adat.
Jika yang kedapatan hamil berstatus lajang, maka pria yang menghamili akan segera dicari. Jika pria tersebut masih lajang, maka keduanya akan segera dinikahkan secara adat. Namun, jika pria tersebut ternyata telah menikah, maka keduanya akan mendapat hukuman dipermalukan di desa.
Selain dinikahkan, pelaku seks bebas akan dikenakan denda berupa pemberian sejumlah sak semen. Bagi pelaku yang sama-sama masih lajang, masing-masing harus membayar denda 50 karung semen. Sedangkan, jika salah salah satu pelaku telah memiliki pasangan, maka denda yang dibebankan lebih berat. Pelaku laki-laki didenda 100 sak semen. Sedangkan pelaku perempuan didenda 50 sak semen.
Tradisi Petek'an menunjukkan, seks adalah sesuatu yang sakral dalam masyarakat Tengger. Selain itu, masyarakat Tengger meyakini bahwa bencana akan datang, jika masyarakat tidak mampu menjaga kesakralan seks tersebut.